GEO-WISATA DAN STUDI DI SANGIRAN: SITUS PURBAKALA YANG MENYIMPAN BUKTI DAN CERITA SEJARAH GEOLOGI DAN MANUSIA PURBA YANG DIAKUI DUNIA

GEO-WISATA DAN STUDI DI SANGIRAN: SITUS PURBAKALA YANG MENYIMPAN BUKTI DAN CERITA SEJARAH GEOLOGI DAN MANUSIA PURBA YANG DIAKUI DUNIA

Musium dan Situs Sangiran Situs Purbakala yang Diakui Dunia

Situs Purbakala Sangiran dengan luas sekitar 59,21 km persegi terletak di Kabupaten Sragen dan Karanganyar Provinsi Jawa Tengah yaitu meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh) serta Kecamatan Gondangrejo yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar. Museum purbakala serta Kantor Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran beralamat di Jl.Sangiran Km 4, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Atau sekitar 15 km ke arah utara dari Kota Solo.

Tahun 1883 oleh P.E.C schemulling memulai pencarian fosil manusia purba di Sangiran dan kemudian Eugene Dubois melanjutkannya. Pada tahun 1934 Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di  Sangiran. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan sebagai cagar budaya oleh mendikbud kala itu. Sangiran pada tahun 1996 mendapat pengakuan dan penetapan UNESCO sebagai UNESCO World Heritage Site inscription atau Warisan Budaya Dunia Nomor 593 dengan nama The Sangiran Early Man Site. Pengakuan nasional ataupun internasional tersebut menunjukkan pentingnya situs purbakala ini.

Di komplek Sangiran telah diketemukan sebanyak sekitar 100 fosil manusia purba (Homo erectus) atau 50% lebih temuan fosil Homo erectus di dunia. Selain itu di Komplek Sangiran juga ditemukan fosil flora, fauna, serta benda-benda artefak.

Kondisi Geologi

Sangiran berada di lembah  sungai Bengawan Solo, tektonik daerah tersebut menyebabkan daerah sangiran terangkat dan membentuk struktur kubah biasanya dikenal dengan istilah “Sangiran Dome”. Pada Sangiran terdapat Sungai Cemoro yang bermuara di Sungai Bengawan Solo. Karena proses geomorfologi pelapukan dan erosi oleh Sungai Cemoro pada batuan di daerah Sangiran sehingga banyak fosil fosil tersingkap di permukaan.

Di daerah Sangiran dan sekitarnya tersingkap dan ditemukan fosil pada beberapa unit startigrafi diantara adalah Formasi Kalibeng, Formasi Pucangan, Grnzbank, Formasi Kabuh, Formaai Notopuro, dan Endapan Resen/Sekarang. Rentang waktu, karakter sedimen, dan temuan fosil pada setiap unit stratigrafi digambarkan dan dijelaskan secara gamblang pada berbagai display dan maket stratigrafi yang ada di Museum Sangiran.

20160528_135638
Foto Display Kolom Stratigrafi dan Fosil yang Ditemui di Sangiran
Peta_Geologi_Sangiran
Peta Geologi Daerah Sangiran dan Sekitarnya (Sumber http://www.sangiranmuseum.com dalam http://www.rarasional.wordpress.com)

 

Fasilitas Pendukung Edukasi, Penelitian dan Rekreasi di Sangiran dan Sekitarnya Continue reading “GEO-WISATA DAN STUDI DI SANGIRAN: SITUS PURBAKALA YANG MENYIMPAN BUKTI DAN CERITA SEJARAH GEOLOGI DAN MANUSIA PURBA YANG DIAKUI DUNIA”

DANAU SINGKARAK, SUMATRA BARAT: MENYIMPAN KEKAYAAN PESONA ALAM DAN PELAJARAN GEOLOGI YANG MENARIK UNTUK DIKETAHUI

DANAU SINGKARAK, SUMATRA BARAT: MENYIMPAN KEKAYAAN PESONA ALAM DAN PELAJARAN GEOLOGI YANG MENARIK UNTUK DIKETAHUI

Danau merupakan kumpulan air dalam jumlah besar pada suatu cekungan. Terbetuknya suatu geometri cekungan diantaranya adalah berkaitan erat dengan proses pemekaran dari terban, sesar geser, tektono-volkanik, dan kawah hasil tumbukan meteor. Sedangkan sumber air yang mengisi danau adalah berasal dari hujan, sungai, mata air dan air tanah.

Danau Singkarak adalah sebuah danau tektonik yang secara administratif berada di dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Solok dan Tanah Datar. Perairan danau tersebut memiliki luas areal 107,8 m2, dengan panjang maksimum 21 km dan lebar 7 km. Danau tersebut terletak pada ketinggian 362 di atas permukaan laut.

Peta Administratif Danau Singkarak

Volume air di Danau Singkarak sangat dipengaruhi oleh sungai yang berhubungan langsung dengan danau tersebut. Beberapa sungai yang bermuara ke Danau Singkarak antara lain adalah Sungai Sumpur, Tanjung Mutiara, Paninggahan, Saningbaka, Muara Pingai dan Sumani. Sedangkan saluran pembuangan Danau Singkarak adalah Sungai Ombilin yang mengalir kearah timur bermuara ke Provinsi Riau. Sejak Tahun 1998 air Danau Singkarak dialirkan keluar  juga melaui terowongan PLTA Singkarak  di sebelah barat. Continue reading “DANAU SINGKARAK, SUMATRA BARAT: MENYIMPAN KEKAYAAN PESONA ALAM DAN PELAJARAN GEOLOGI YANG MENARIK UNTUK DIKETAHUI”

FORMULA DAN TOOL EXCEL YANG UMUM DIGUNAKAN DALAM PENGELOLAAN DATABASE SAMPEL BATUAN DAN DATA SUMUR

FORMULA DAN TOOL EXCEL YANG UMUM DIGUNAKAN DALAM PENGELOLAAN DATABASE SAMPEL BATUAN DAN DATA SUMUR

Dalam pekerjaan geologi seperti pemetaan geologi permukaan dan pemboran biasanya diambil sampel batuan (hand spacemen, core, sidewall core, cutting, fluida hidrokarbon) untuk kemudian dilakukan berbagai analisis. Baik analisis yang dilakukan di lokasi ataupun di Laboratorium. Analisis yang dilakukan terkait geologi dan petroleum sistem yaitu:

1. Analisis litologi, pengukuran ketebalan, jenis batuan, karakter sedimentologi, interpretasi lingkungan pengendapan dan kedudukan stratigrafi.

2. Analisis umur batuan dan lingkungan pengendapan yaitu berupa analisis Palinologi, mikroforam, nanoplankton, larger foram, pentarikhan atau radioaktif dating.
3. Analisis petrografi, minerologi, dan hidrokarbon show.

4. Analisis properti fisis batuan, seperti densitas, porositas, dan permeabilitas.

5. Analisis geokimia, yaitu kekayaan batuan induk (TOC, S1, S2, S3, HI, OI, kerogen type), kematangan batuan induk (RO, Tmax, TAI), GC, GC-MS, GC-MS-MS Petrografi Maseral.

6. Analsis faktor formasi, saturasi air, saturasi hidrokarbon.

7. Analisis gas desorpasi dan adsorpsi

Setiap batuan yang diambil di lapangan dan dianalisis biasanya memiliki informasi identitas sampel seperti kode sempel, koordinat, kedalaman atau elevasi, rencana analisis. Satu sampel batuan bisa jadi dianalisi lebih dari satu analisis. Untuk itu untuk mempermudah mengelaborasi data diperlukan pengelolaan database yang baik dan mudah dicari informasinya. Fasilitas Microsoft Excel yang sering dipakai dalam rangka pengelolaan database geologi yaitu:

1. Filter

Fasilitas filter ini digunakan untuk mempermudah kita dalam memilih data sesuai kriteria, lokasi, identitas, ataupun data yang memiliki nilai dengan batasan tertentu.

Menghidupkan fasilitas sort & filter
Menghidupkan fasilitas sort & filter

2. Sort Continue reading “FORMULA DAN TOOL EXCEL YANG UMUM DIGUNAKAN DALAM PENGELOLAAN DATABASE SAMPEL BATUAN DAN DATA SUMUR”

PENGENALAN PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN DENGAN METODE PENGUKURAN STRATIGRAFI TERUKUR DAN TERIKAT (ATAU SERING DISEBUT CHAINING)

PENGENALAN PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN DENGAN METODE PENGUKURAN STRATIGRAFI TERUKUR DAN TERIKAT (ATAU SERING DISEBUT CHAINING)

Lembar peta geologi yang berada pada daerah yang permukaannya tersusun oleh batuan sedimen biasanya mengunakan satuan stratigrafi batuan dari unit litostratigrafi yaitu berupa bed, bed set, anggota, formasi, dan grup. Pengelompokan satuan batuan ini biasanya berdasarkan atas kesamaan ciri fisik dan jenis batuan. Ciri fisik dan jenis batuan yang dimaksud seperti perlapisan batupasir, perselingan batupasir dan batulempung, batugamping terumbu, batugamping berlapis, batupasir tuffaan, napal, breksi, konglomerat, batubara dan lain sebagainya. Penamaan dari unit litostratigrafi  ini biasanya didasarkan atas lokasi atau daerah ditemukannya atau atau kesamaan ciri fisik dan jenis batuan di daerah tertentu. Sering menjadi kendala dalam pengaplikasian pemetaan geologi dengan unit litostratigrafi adalah apabila jenis batuan dikaitkan dengan detail lingkungan pengendapan yang  mempunyai kemiripian jenis dan sifat fisik batuan. Seperti pada kasus batuan sedimen pada lingkungan fluvial – delta, pada lingkungan ini batulempung, batupasir, batubara yang terdapat pada fluvial, upper delta plain (UDP), lower delta front (LDP), delta front, bahkan pro-delta sampai slope. Sering pula pada peta geologi saat ini penamaan dan pengelompokan unit stratigrafi ini terbatas atas kapling atau batas pemetaan sehingga penamaan atas unit batuan yang sama secara fisik dan jenis batuannya bisa memiliki nama yang beda walaupun bersebelahan atau bahkan bertampalan pada batas lokasi pemetaan.

Karena hal-hal tersebut di atas, sering diaplikasikan pemetaan berbasis unit stratigrafi fasies lingkungan pengendapan. Pemetaan dengan unit stratigrafi ini sebenarnya juga berlandaskan dan didukung data dan analisis litostratigrafi, kronostratigrafi, biostratigrafi, dan sekuen stratigrafi. Sering pula dalam pelaksaanaan pekerjaan dan hasil stratigrafi dibuat kesebandingan antara unit stratigrafi tersebut, bahkan dengan mudah dapat pula dibuat peta geologi fasies lingkungan pengendapan, serta peta geologi litostratigrafi detail.

Metode chaining ini merupakan modifikasi atau kombinasi dari ilmu pemetaan geologi yang secara umum telah diajarkan saat dibangku perkuliahan. Tulisan ini disusun atas dasar pengalaman beberapa kali pemetaan geologi untuk memecahkan beberapa kasus eksplorasi, seperti dalam kasus permasalahan stratigrafi, apakah Eosen sudah di permukaan ataukah masih terpendam jauh di dalam?; Permasalahan struktur geologi, apakah terjadi rembesan hidrokarbon dari lead sub-thrust?; Permasalahan sistem perminyakan, bagaimana sebaran dan play sistem perminyakan berumur Paleogen pada lapangan yang di atasnya sudah produksi hidrokarbon Sistem Perminyakan Neogen?; serta kasus lainya seperti stratigrafi dan potensi sistem perminyakan batuan berumur pra-Tersier; Menjadi jembatan studi geologi dan geofisika selanjutnya, seperti mendapatkan informasi kedalaman distribusi batubara yang mengadsorb energi seismik, merekomendasikan fokus studi lokasi survey microseepage berdasarkan play sistem perminyakan yang digenerate dari proses pemetaan geologi.

SEKILAS TENTANG BEBERAPA TEKNIK PEMETAAN GEOLOGI

Teknik akuisis data dalam pemetaan geologi yang biasa dilakukan yaitu: Continue reading “PENGENALAN PEMETAAN GEOLOGI PERMUKAAN DENGAN METODE PENGUKURAN STRATIGRAFI TERUKUR DAN TERIKAT (ATAU SERING DISEBUT CHAINING)”

PENGANTAR PETROLOGI, JENIS REKAHAN, DAN PELAPUKAN BATUAN RESERVOIR GRANITIK

PENGANTAR PETROLOGI, JENIS REKAHAN, DAN PELAPUKAN BATUAN RESERVOIR GRANITIK

Salah satu jenis batuan yang menjadi batuan dasar yang berpotensi sebagai reservoir di dearah penelitian adalah granit. Pada bagian ini akan diberikan uraian mengenai pengantar petrologi dari granit, beberapa kemumgkinan genesa atau asal muasal terbentuknya porositas dan permeabilitas batuan granit karena adanya rekahan dan pelapukan. Selain itu uraian proses sedimentasi jarak dekat disekitar tinggian, yang masih mencerminkan batuan granit sebagai granit wash juga tercantum pada bagian ini.

Tulisan ini diharapkan sedikit banyak dapat memberikan pemahaman/dasar teori kepada pembaca mengenai gambaran/analogi kondisi reservoir di bawah permukaan dan singkapan batuan granit yang ada dipermukaan, untuk itu perlu juga dibaca tentang model migrasi dan akumulasi batuan dasar pada tulisan sebelumnya pada kategori “Basement Reservoir” (link: https://ptbudie.com/2014/04/01/migrasi-dan-akumulasi-hidrokarbon-dari-batuan-induk-menuju-batuan-dasar-yang-terekahkan/)

A. Pengantar Petrologi Batuan Granit

Menurut Graha (1987) granit diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan atas tekstur utamanya yaitu granit faneritik dan afanitik.

Granit Faneritik

Granit kelompok ini terdiri dari batuan pluton yang biasa disebut dengan batolit. Granit ini berbutir sangat kasar dengan kombinasi warna antara putih sampai abu-abu. Bertekstur holokristalin, hipidiomorpik, dan equigranular. Fenokris yang besar dari ortoklas, kadang-kadang batuan ini ada yang bertekstur porpiri. Dalam jumlah yang sangat kecil kita akan mendapatkan xenolit didalam tubuh granit. Struktur yang biasa terdapat pada batu granit adalah struktur kekar. Continue reading “PENGANTAR PETROLOGI, JENIS REKAHAN, DAN PELAPUKAN BATUAN RESERVOIR GRANITIK”

KLASIFIKASI SESAR BERDASARKAN PRINCIPAL STRESS MENURUT ANDERSON (1951)

KLASIFIKASI SESAR BERDASARKAN PRINCIPAL STRESS MENURUT ANDERSON (1951)

Klasifikasi Anderson (1951) membagi jenis sesar berdasarkan atas principle stress. Principal stress adalah stress yang bekerja tegak lurus bidang sehingga harga komponen shear stress pada bidang tersebut adalah nol. Bidang tersebut dikenal sebagai bidang utama atau principal surface. Terdapat tiga principal stress yaitu s1, s2, dan s3, dimana σ1 (S1) >  (S2) > σ3 (S3). Dari 3 sumbu tersebut dapat pisahkan menjadi 2 sumbu berdasarkan orientrasi sumbu, yaitu sumbu horizontal (Sh) dan sumbu vertikal (Sv), dimana Sh terdiri dari 2 sumbu yaitu sumbu horizontal dengan nilai maksimum (SHmax) dan sumbu horizontal dengan nilai minimum (Shmin), sedangkan Sv hanya mempunyai satu sumbu saja. Sumbu ini lah yang mengontrol terbentuknya klasifikasi sesar, yaitu sesar normal, sesar naik dan sesar mendatar.

Klasifikasi Sesar dan Principal Stress Pembentuknya (Anderson, 1951 dalam Zoback 2007)
Gambar 1. Klasifikasi Sesar dan Principal Stress Pembentuknya (Anderson, 1951 dalam Zoback 2007)

Tabel 1. Hubungan sumbu dengan jenis sesar berdasarkan Klasifikasi Anderson (1951)

Continue reading “KLASIFIKASI SESAR BERDASARKAN PRINCIPAL STRESS MENURUT ANDERSON (1951)”

SESAR NORMAL (NORMAL FAULT)

SESAR NORMAL (NORMAL FAULT)

Model Sesar Normal

Secara umum, model sesar yang terbentuk pada sesar normal adalah sesar planar dan sesar listrik dengan gerakan yang rotasional maupun non rotasional. Gerakan rotasional pada sesar planar akan menghasilkan efek domino sehingga lapisan batuan pada hanging wall dan foot wall akan berotasi. Sedangkan sesar planar non rotasional akan menghasilkan sesar normal dengan sudut yang tinggi dan rendah.

Sesar listrik merupakan sesar normal yang bergerak pada bidang yang melengkung. Bila gerakannya rotasional, maka hanya lapisan pada hanging wall yang akan berotasi. Sedangkan apabila pergerakannya non rotasional, maka dapat terjadi kompaksi pada lapisan batuan setelah terjadinya sesar.

Model sesar normal dalam Hill (2003)
Gambar 1. Model sesar normal dalam Hill (2003)

 

Menurut Twiss dan More (1992) sesar normal dibagi menjadi tiga tipe model berdasarkan geometri dan pergerakannya yaitu: Continue reading “SESAR NORMAL (NORMAL FAULT)”

DESKRIPSI BATUAN BEKU

DESKRIPSI BATUAN BEKU

Batuan beku dapat dipisahkan menjadi batuan beku non fragmental dan batuan fragmental. Pada umumnya batuan beku non fragmental berupa batuan beku intrusif ataupun aliran lava yang tersususn atas kristal-kristal mineral. batuan beku fragmental juga dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api, clastics= butiran/pecah) yang merupakan bagian dari batuan volkanik.  Sebagai catatan, pada tulisan ini akan lebih menekankan pembahasana pada batuan beku non fragmental. Secara umum yang utama  harus diperhatikan dalam deskripsi batuan adalah:

  1. Warna Batuan
  2. Struktur Batuan
  3. Tekstur Batuan
  4. Bentuk Batuan
  5. Komposisi Mineral Batuan

1. Warna Batuan

Menurut Subroto (1984), yang diperhatikan pertama kali dalam deskripsi batauan beku adalah warna. Warna dari sampel batuanbeku dapat menentukan komposisi kimia batuan tersebut. Ada empat kelompok warna dalam batuan beku: Continue reading “DESKRIPSI BATUAN BEKU”

STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF

STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF

A. Struktur Batuan Metamorf

Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit poligranular batuan tersebut. (Jacson, 1997).  Secara umum struktur batuan metamorf dapat dibadakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi (Jacson, 1997).

1. Struktur Foliasi

Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut (Jacson, 1970).

Struktur foliasi yang ditemukan adalah :

1a. Slaty Cleavage

Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak). Continue reading “STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF”

PENGERTIAN UMUM BATUAN SEDIMEN DAN KLASIFIKASINYA

PENGERTIAN UMUM BATUAN SEDIMEN DAN KLASIFIKASINYA

A. Batuan Sedimen di Bumi

Volume batuan sedimen dan termasuk batuan metasedimen hanya mengandung 5% yang diketahui di litosfera dengan ketebalan 10 mil di luar tepian benua, dimana batuan beku metabeku mengandung 95%. Sementara itu, kenampakan di permukaan bumi, batuan-batuan sedimen menempati luas bumi sebesar 75%, sedangkan singkapa dari batuan beku sebesar 25% saja. Batuan sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal sekali. Ketebalan batuan sedimen antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2 kilometer ketebalan yang tersingkap dibagian benua. Bentuk yang besar lainnya tidak terlihat, setiap singkapan memiliki ketebalan yang berbeda dan singkapan umum yang terlihat ketebalannya hanya 1,8 kilometer. Di dasar lautan dipenuhim oleh sedimen dari pantai ke pantai. Ketebalan dari lapisan itu selalu tidak pasti karena setiap saat selalu bertambah ketebalannya. Ketebalan yang dimiliki bervariasi dari yang lebih tipis darim0,2 kilometer sampai lebih dari 3 kilometer, sedangkan ketebalan rata-rata sekitar 1 kilometer (Endarto, 2005 ).

Total volume dan massa dari batuan-batuan sedimen di bumi memiliki perkiraan yang berbeda-beda, termasuk juga jalan untuk mengetahui jumlah yang tepat. Beberapa ahli dalam bidangnya telah mencoba untuk mengetahui ketebalan rata-rata dari lapisan batuan sedimen di seluruh muka bumi. Clarke (1924) pertama sekali memperkirakan ketebalan sedimen di paparan benua adalah 0,5 kilometer. Di dalam cekungan yang dalam, ketebalan ini lebih tinggi, lapisan tersebut selalu bertambah ketebalannya dari hasil alterasi dari batuan beku, oksidasi, karonasi dan hidrasi. Ketebalan tersebut akan bertambah dari hasil rombakan di benua sehinngga ketebalan akan mencapai 2.200 meter. Volume batuan sedimen hasil perhitungan dari Clarke adalah 3,7 x 108  kilometer kubik (Clarke ,1924). Continue reading “PENGERTIAN UMUM BATUAN SEDIMEN DAN KLASIFIKASINYA”

PROSES PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF SERTA TIPE-TIPE METAMORFISME

PROSES PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF SERTA TIPE-TIPE METAMORFISME

A. Proses Pembentukan Batuan Metamorf

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Ehlers and Blatt, 1982).

Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C – 8000 C, tanpa melalui fase cair (Diktat Praktikum Petrologi, 2006).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan temperatur, tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962).

Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab, antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada umumnya pada suhu 1500 C +  500C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg – carpholite, Glaucophane, Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadi pelelehan adalah berkisar 6500C-11000C, tergantung pada jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994). Continue reading “PROSES PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF SERTA TIPE-TIPE METAMORFISME”

KLASIFIKASI BATUAN BEKU BERDASARKAN KOMPOSISI KIMIA DAN MINERALOGI

KLASIFIKASI BATUAN BEKU BERDASARKAN KOMPOSISI KIMIA DAN MINERALOGI

A. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Kimia

Menurut Hulburt (1977)Pembagian batuan bekuberdasarkan komposisi ini telah lama menjadi standar dalam geologi, dan di bagi dalam empat golongan yaitu :

a. Batuan Beku Asam

Termasuk golongan ini bila batuan beku tersebut mengandung silika (SiO2)  lebih dari 66%.contoh batuan ini dalah Granit dan Ryolit. Batuan yang tergolong kelompok ini mempunyai warna terang (cerah) karena (SiO2) yang kaya akan menghasilkan batuan dengan kandungan kuarsa, dan alkali feldspar dengan atau tanpa muskovit.

b. Batuan  Beku Menengah (intermediat)

Apabila batauan tersebut mengandung 52 – 66% silika maka termasuk dalam kelas ini. Batuan ini akan berwarnagelap karena tingginya kandungan mineral feromagnesia. Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.

c. Batuan Beku Basa Continue reading “KLASIFIKASI BATUAN BEKU BERDASARKAN KOMPOSISI KIMIA DAN MINERALOGI”

BATUAN BEKU DAN KLASIFIKASI BERDASARKAN GENESANYA

BATUAN BEKU DAN KLASIFIKASI BERDASARKAN GENESANYA

A. Pengertian dan Genesa Batuan Beku

Batuan Beku adalah Kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil magma yang mendingin ( Walter T. Huang, 1962 ). Sedangkan menurut Graha (1987) adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silika cair dan pijar, yang kita kenal dengan magma.

Batuan beku meliputi sekitar 95 % bagian teratas kerak bumi (15km) tetapi jumlahnya yang besar tersebut sering tidak tampak karena tertutupilapisan yang relatif tipis dari batuan sedimen dan metamorf. Batuan beku merupakan hasil kristalisasi magma, cairan silika yang mengkristal atau membeku di dalam daan di permukaan bumi. Temperatur yang tinggi dari magma (900°C – 1000°C) memberikan suatu perkiraan bahwa magma berasal dari bagian yang dalam dari bumi. Semua material gunung berapi yang dikeluarkan ke permukaan bumi akan mendingin dengan cepat, sedang proses pembantukan batuan beku yang terjadi di bawah permukaan bumi berlangsung lama. Dalam suatu magma yang mengandung unsur O, Si, Mg, dan Fe maka mineral dengan titik beku tertinggi Mg-olivin (forsterite), akan mengkristal pertama kemudian diikutioleh Fe-olivin (fayelite). Pada magma yang kaya akan komponen plagioklas, maka anortit akan megkristal dahulu kemudian didikuti yang lainnnya sampai albit. Kristalisasi semacam ini terjadi akibat reaksi menerus yang terjadi pada kesetimbangan antara cairan dan endapan kristal sebagai fungsi turunan temperatur (Subroto, 1984). Continue reading “BATUAN BEKU DAN KLASIFIKASI BERDASARKAN GENESANYA”

APLIKASI SEKUEN STRATIGRAFI UNTUK DATA WELLLOG

APLIKASI SEKUEN STRATIGRAFI UNTUK DATA WELLLOG

Sebelum masuk ke tema ini hendaknya dipahami mengenai sekuen stratigrafi dahulu. Sebagai referensi bisa dilihat di halaman https://ptbudie.wordpress.com/2010/12/17/sekuen-stratigrafi/.

System tract secara genesa diasosiasikan dengan unit stratigrafi yang mengendap selama fase tertentu oleh siklus muka laut relatif (Posamentier, et al, 1988). Unit itu menjelaskan kembali rekaman batuan berupa tiga dimensi pembentuk fasies. Ketiga dimensi itu berupa tipe dari permukaan batas, posisi dalam sebuah sekuen, dan pola tumpukan parasekuen (Van Wagoner et al., 1988).

Menurut Van Wagoner et al.(1987), system tract yang membentuk sebuah single depositional sequence adalah

  1. Lowstand System Tract (LST)
  2. Transgressive System Tract (TST)
  3. Highstand System Tract (HST)
  4. Shelf Margin System Tract (SMFT)

Berikut di bawah adalah diagram sequen stratigrafi yang normal tanpa ada ganguan struktur sekunder yang memberikan gambaran hubungan antara systems tract serta batas-batas yang memisahkan antar sytems tract tersebut. Continue reading “APLIKASI SEKUEN STRATIGRAFI UNTUK DATA WELLLOG”

PENGERTIAN STRATIGRAFI

PENGERTIAN STRATIGRAFI


Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dengan ruang dan waktu, sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).

Pengolongan stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian aturan dan hubungan batuan yang satu terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut di atas dikenal sebagai Satuan Stratigrafi (Sandi Startigrafi Indonesia, 1996).

Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut sebagaimana didefinisikan Batas satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berhimpit dengan batas satuan satuan stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu sama lain (Sandi Startigrafi Indonesia, 1996). Continue reading “PENGERTIAN STRATIGRAFI”

KORELASI UNIT STRATIGRAFI

KORELASI UNIT STRATIGRAFI

 

Korelasi adalah sebuah bagian fundamental dari stratigrafi, dan lebih lagi merupakan usaha dari stratigraphers dalam membuat unit stratigrafi yang formal yang mengarah pada penemuan praktis dan metode yang dapat dipercaya untuk korelasi unit ini dari suatu area dengan lainnya (Boggs, 1987).

Dalam korelasi stratigrafi, pemahaman kita tentang korelasi sangat dipengaruhi oleh prinsip dasar, konsep baru dan peralatan analisa (analytical tools) sehingga bisa dihasilkan metode baru dalam korelasi.

Definisi dan Prinsip Korelasi

Korelasi ialah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu (Sandi Startigrafi Indonesia, 1996).

Menurut North American Stratigrafi Code (1983) ada tiga macam prinsip dari korelasi:

1.    Lithokorelasi, yang menghubungkan unit yang sama lithologi dan posisi stratigrafinya.

2.    Biokorelasi, yang secara cepat menyamakan fosil dan posisi biostratigrafinya.

3.    Kronokorelasi, yang secara cepat menyesuaikan umur dan posisi kronostratigrafi. Continue reading “KORELASI UNIT STRATIGRAFI”

SESAR (FAULT)

SESAR (FAULT)


Definisi-Definisi didalam Sesar

Sesar adalah rekahan atau zona rekahan pada batuan yang memperlihatkan peregeseran. Pergeseran pada sesar bisa terjadi sepanjang garis lurus (translasi) atau terputar (rotasi). Sesar merupakan struktur bidang dimana kedudukannya dinyatakan dalam jurus dan kemiringan.

Separation (pergeseran relatif semu) adalah jarak yang terpisah oleh sesar dan diukur pada bidang sesar. Komponen dari sparation dapat diukur pada arah tertentu, umumnya sejajar jurus atau arah kemiringan bidang sesar.

Slip (pergeseran relatif sebenarnya) adalah pergeseran relatif sebenarnya pada sesar, diukur dari blok satu keblok yang lain pada bidang sesar dan merupakan pergeseran titik-titik yang sebelumnya berimpit. Total pergeseran disebut juga ”Net slip”.

Throw (loncatan vertikal) adalah jarak yang diukur pada bidang vertikal dari slip/sparation.

Heave (loncatan Horizontal) adalah jarak yang diukur pada bidang horizontal.

Footwall adalah blok tubuh batuan yang terletak dibawah bidang sesar.

Hangingwall adalah blok tubuh batuan yang terletak di atas bidang sesar.

 

Klasifikasi Sesar

Sesar dapat diklasifikasikan dengan pendekatan geometri yang berbeda. Beberapa klasifikasi diantaranya adalah:

–     berdasarkan hubungan dengan struktur lain (sesar bidang perlapisan, sesar longitudinal, sesar transversal).

–     berdasarkan pola kumpulan seasar (sesar radial, sesar pralel, sesar en echelon). Continue reading “SESAR (FAULT)”

Klasifikasi Batuan Karbonat Berdasarkan Tekstur Pengendapan Menurut Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971)

Klasifikasi Batuan Karbonat Berdasarkan  Tekstur Pengendapan Menurut Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971)


Klasifikasi Dunham (1962)Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, karena menurut Dunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959).

Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misal mud supported atau grain supported bila ibandingkan dengan komposisi batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada perbandingan kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi Dunham (1962). Nama nama tersebut dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan mineraloginya. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di dalam matriks lumpur karbonat disebut mudstone dan bila mudstone tersebut mengandung butiran yang tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya apabila antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone / grainstone.

Packstone mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks mud. Dunham punya istilah Boundstone untuk batugamping dengan fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponenkomponennya yang direkatkan bersama selama proses deposisi. Continue reading “Klasifikasi Batuan Karbonat Berdasarkan Tekstur Pengendapan Menurut Dunham (1962) dan Embry & Klovan (1971)”

PETROLOGI DAN FAKTOR LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT

PETROLOGI DAN FAKTOR LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT

Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mempunyai komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari garam-garam karbonat, yang dalam prakteknya secara umum meliputi Batugamping dan Dolomit. Proses Pembentukannya dapat terjadi secara insitu, yang berasal dari larutan yang mengalami proses kimiawi maupun biokimia dimana pada proses tersebut, organism turut berperan, dan dapat pula terjadi butiran rombakan yang telah mengalami transportasi secara mekanik dan kemudian diendapkan pada tempat lain, dan pembentukannya dapat pula terjadi akibat proses diagenesa dari batuan karbonat yang lain (sebagai contoh yang sangat umum adalah proses dolomitisasi, dimana kalsit berubah menjadi dolomite). Seluruh proses pembentukan batuan karbonat tersebut terjadi pada lingkungan laut, sehingga praktis bebas dari detritus asal darat. Continue reading “PETROLOGI DAN FAKTOR LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT”

SIFAT-SIFAT FISIK MINERAL

Sifat-Sifat Fisik Mineral

Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan  penyusun atom-atom yang beraturan, maka setiap jenis mineral mempunyai sifat-sifat fisik/kimia tersendiri. Dengan mengenal sifat-sifat tersebut maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita mengetahui susunan kimiawinya dalam batas-batas tertentu (Graha,1987)

Sifat-sifat fisik yang dimaksudkan adalah:

  1. Kilap (luster)
  2. Warna (colour)
  3. Kekerasan (hardness)
  4. Cerat (streak)
  5. Belahan (cleavage)
  6. Pecahan (fracture)
  7. Bentuk (form)
  8. Berat Jenis (specific gravity)
  9. Sifat Dalam
  10. Kemagnetan
  11. Kelistrikan
  12. Daya Lebur Mineral

Kilap

Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat terkena cahaya (Sapiie, 2006) Continue reading “SIFAT-SIFAT FISIK MINERAL”

DEFINISI MINERALOGI DAN MINERAL

DEFINISI MINERALOGI DAN MINERAL

 

Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, antara lain mempelajari tentang sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaannya. Minerologi terdiri dari kata mineral dan logos, dimana mengenai arti mineral mempunyai pengertian berlainan dan bahkan dikacaukan dikalangan awam. Sering diartikan sebagai bahan bukan organik (anorganik). Maka pengertian yang jelas dari batasan mineral oleh beberapa ahli geologi perlu diketahui walaupun dari kenyataannya tidak ada satupun persesuaian umum untuk definisinya (Danisworo, 1994).

Definisi mineral menurut beberapa ahli:

1.    L.G. Berry dan B. Mason, 1959

Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam terbentuk secara anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan mempunyai atom-atom yang tersusun secara teratur.

2.    D.G.A Whitten dan J.R.V. Brooks, 1972

Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural homogen mempunyai komposisi kimia tertentu, dibentuk oleh proses alam yang anorganik.

3.    A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977

Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen mempunyai komposisi kimia tertentu atau dalam batas-batas dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan hasil suatu kehidupan. Continue reading “DEFINISI MINERALOGI DAN MINERAL”

Mineral dan Penggolongannya

Mineral dan Penggologannya


Sebagian besar mineral-mineral ini terdapat dalam keadaan padat, akan tetapi dapat juga berada dalam keadaan setengah padat, gas, ataupun cair. Mineral-mineral padat itu biasanya terdapat dalam bentuk-bentuk kristal, yang agak setangkup, dan yang pada banyak sisinya dibatasi oleh bidang-bidang datar. Bidang-bidang geometri ini memberi bangunan yang tersendiri sifatnya pada mineral yang bersangkutan. Minyak bumi misalnya adalah mineral dalam bentuk cair, sedangkan gas bumi adalah mineral dalam bentuk gas. Sebagian dari mineral dapat juga dilihat dalam bentuk amorf, artinya tidak mempunyai susunan dan bangunan kristal sendiri. Pengenalan atau determinasi mineral-mineral dapat didasarkan atas bebagai sifat dari mineral-mineral tersebut. Mineral pada umumnya merupakan zat anorganik. Mineral ada yang merupakan unsur bebas dan ada juga yang merupakan bentuk pesenyawaan. Berikut ini adalah contoh mineral sebagai unsur bebas dan juga mineral yang merupakan bentuk persenyawaan : Continue reading “Mineral dan Penggolongannya”

Sekuen Stratigrafi

SEKUEN STRATIGRAFI

 

Sikuen stratigrafi adalah studi stratigrafi yang berhubungan dengan kerangka waktu pengendapan dalam kaitannya perubahan siklus muka laut (global/regional).

Pembagian Orde Sikuen Stratigrafi

Setiap sikuen pengendapan terdiri dari perulangan perlapisan yang dibatasi oleh permukaan erosi (UC) atau hiatus atau permukaan yang selaras (C) (Van Wagoner et.al., 1987). Sikuen dibatasi secara regional oleh ketidakselarasan (UC) atau permukaan keselarasan (C) (Mitchum et.al., 1977). Elemen penting dalam menentukan pola-pola sikuen stratigrafi adalah shelf/slope break. Continue reading “Sekuen Stratigrafi”

Arsitektur Stratigrafi

STRATIGRAPHIC ARCHITECTURE

Menurut Posamentier et al (1999), Stratigraphic Architecture dipengaruhi oleh:

  1. Relative Sea level; yang berkaitan erat dengan Eustasy dan subsidence atau uplift.
  2. Pasokan Sedimen; yang berkaitan dengan provenance dan lithology.
  3. Fisiografi; yang dikontrol oleh tektonik dan proses sedimentasi.
Diagram Stratigraphic Architecture (Posamentier et al., 1999)

Eustasy adalah pergerakan permukaan air laut, diukur dari  permukaan air laut sampai datum tetap. Relative see lavel dipengaruhi oleh eustasy dan total subsidence dan uplift (Posamentier et al., 1988). Continue reading “Arsitektur Stratigrafi”

Mineral Lempung

Mineral Lempung


Pengertian Mineral Lempung

Merupakan kelompok mineral, kristalnya sangat kecil, hanya dapat dilihat dan dibedakan dengan mikroskop, biasanya dengan mikroskop elektron. Berdasarkan struktur kristal dan variasi komposisinya dapat dibedakan menjadi  belasan jenis mineral lempung.

Mineral lempung merupakan koloid dengan ukuran sangat kecil (kurang dari 1 mikron). Masing-masing koloid terlihat seperti lempengan-lempengan kecil yang  terdiri dari lembaran-lembaran kristal yang memiliki struktur  atom yang berulang.

Lembaran-lembaran kristal yang memliki struktur atom yang berulang tersebut adalah:

1. Tetrahedron / Silica sheet

Merupakan gabungan dari Silica Tetrahedron Continue reading “Mineral Lempung”